RSS Subscribe

Minggu, 27 Juli 2008

Penyesalan Marmer


sebuah kisah sederhana *) tentang sebuah arti penyesalan yang sia-sia..sebuah untaian Eukalyptus bagi kita.

di sebuah museum kuno yang menampilkan berbagai macam ukiran dan benda2 yang terbuat dari marmer, banyak sekali pengunjung yang datang untuk melihat sebuah patung marmer yang terukir indah. Setiap hari banyak sekali orang yang datang untuk melihatnya.

Si lantai Marmer Lantai menjadi berang pada si Marmer Patung. Ia berkata dengan ketus," Hai marmer patung, kau enak..mereka selalu memandangmu dengan pesona, sedangkan padaku mereka menginjak-injak..aku dijadikan keset! Padahal kau dan aku kan berasal dari tempat yang sama..ini tak adil!"
Si Marmer Patung sambil tetap membisu, menjawabnya,"Sobat, ingatanmu sungguh pendek sekali! masih ingatkah kau ketika kita sama-sama diambil dari tempat asal kita. Kemudian kita dipertemukan dengan Si Pembuat Patung. Apa kau sudah lupa?
"Tentu tidak!", timpal si Marmer Lantai. "Cobalah kau ingat kembali kejadian saat itu, ketika Si Pembuat Patung akan memahatmu, tapi kau menolaknya!" sergah Marmer Patung mengingatkan.
"Tentu saya tak mau! itu hal yang menyakitkan buatku, didera dengan tusukan puluhan pahat akan membuatku tersiksa dan aku sudah cukup indah, tidak perlu dibentuk!" sambung Marmer Lantai. Marmer Patung menjawab,"Oleh karena kau melawan itulah, makanya aku yang dipilih saat itu untuk menggantikanmu." "Aku cukup bersabar menghadapi kondisi itu, didera puluhan pahat. Aku bersedia menanggung segala derita dan rasa perih disetiap pahatan", sambung Marmer Patung.

"Begitulah, dulu kau buru-buru menyerah di tengah jalan, jadi cukuplah sekarang kau bersyukurlah atas apa yang terjadi padamu..diinjak-injak oleh orang-orang. Jangan pernah kau sesali karena itu merupakan konsekwensi atas pilihanmu sendiri." lanjut Marmer Patung.

Seperti yang pernah dikatakan Sydney J. Harris, "rasa sesal atas apa yang telah kita perbuat lambat laun akan terkubur oleh waktu, tapi rasa sesal atas segala sesuatu yang tidak kita lakukan justru sulit sekali untuk disembuhkan."

semoga bermannfaat

*) dikutip dari Intisari edisi September 2004

Tidak ada komentar: